Berita Detail

Menyesap Jamu Legendaris Di Jantung Ibu Kota

19 Okt 2022 Administrator

Menyesap Jamu Legendaris Di Jantung Ibu Kota

JAKARTA – Suasana kedai Jamu Bukti Mentjos di Jalan Salemba Tengah, Jakarta Pusat, tak terlalu ramai ketika saya berkunjung pada Selasa (24/8), malam. Maklum, Ibu Kota masih dalam suasana pembatasan sosial dalam rangka penanganan Covid-19.

Ada empat orang pelanggan sedang duduk santai di dua meja terpisah, bercengkrama sambil menyeruput seduhan jamu di meja. Ruang kedai mengadopsi konsep ruangan kafe, di mana meja-meja dan kursi disusun berkelompok. Suasana itu ditingkahi dengan alunan musik dari tembang-tembang lawas yang menguar entah dari sudut mana.

Ruangan kafe tak terlalu luas, sekitar 5 meter persegi. Area kedai sebenarnya lebih luas dari itu, namun saat ini salah satu ruang utama tempat pelanggan sedang direnovasi, sehingga tak bisa digunakan.

Saya langsung menuju sudut bagian pelayanan pelanggan, bertanya apa jenis minuman yang paling umum dan cocok untuk “pemula” atau orang yang tak terbiasa meminum jamu. Staf pelayan kemudian memberikan brosur produk dan mengajukan beberapa tawaran minuman.

Saya memilih minuman dengan label Jahe Lemon, alasannya karena lemon cukup familiar bagi saya. Minuman ini memiliki cita rasa sedikit manis, sedikit pahit, dan hangat, cukup mudah diterima oleh lidah saya.

Di kertas brosur, ada lebih dari 50 jenis minuman atau ramuan jamu. Ada yang namanya Anton-anton Muda untuk wanita hamil, Galian Putri untuk kesehatan tubuh sekaligus kecantikan, Satria untuk kesehatan dan vitalitas pria, Simanis untuk meringankan gangguan kencing manis, Sibatu untuk penyakit ginjal, serta banyak lagi yang lainnya.

Saya duduk di salah satu kursi sambil memelototi satu demi penjelasan khasiat ramuan yang ada di brosur. Dan tak lama kemudian, Horatius Romuli, pemilik Bukti Mentjos generasi ketiga, datang menghampiri saya. Yap, kami memiliki janji bertemu untuk mengobrol seputar jamu Bukti Mentjos yang legendaris itu.

“Nah, kalau jahe, seduhan jahe, itu bagus buat anget badan, juga buat jaga imun badan biar stabil,” ungkap Romuli setelah melihat minuman yang saya pesan.

Begitulah saya memulai pembicaraan dengan Romuli. Usianya saat ini sekitar 62 tahun, namun terlihat masih segar dan bersemangat. Ia menjelaskan, pada umumnya, ramuan-ramuan tradisional memiliki fungsi sebagai penjaga imun tubuh. Di samping juga menyimpan khasiat-khasiat spesifik lainnya, misalnya pelancar pencernaan, anti radang, penambah nafsu makan, dan beragam khasiat lainnya.

Namun, di antara semua fungsi jamu, fungsi utamanya yaitu sebagai ramuan penjaga kesehatan. Karena itulah, orang-orang meminum jamu secara rutin, terlepas ia mengalami sakit atau pun tidak.

“Jamu itu pertama menjaga kesehatan. Supaya sehat, supaya jangan sakit. Yang kedua baru pengobatan,” tuturnya.

Sementara Romuli berbicara, satu orang pelanggan lain baru saja datang. Dan saya baru saja menyadari dua pelanggan sebelumnya telah meninggalkan kedai. Romuli memberitahu bahwa di masa adanya PPKM saat ini, pelanggan di kedai Bukti Mentjos hanya boleh minum di tempat selama 20 menit.

Bicara mengenai pelanggan, pelanggan kedai Jamu Bukti Mentjos tampaknya berasal dari semua kalangan usia. Mereka yang datang malam itu, ada yang tampaknya masih di usia di bawah 30 tahun, namun ada pula berusia menjelang tua. Romuli mengatakan pelanggannya mulai dari kalangan sepuh, milenial, remaja hingga balita.

“Pelanggan di sini ada dua tipe. Pertama, mereka yang datang untuk mencari obat. Kedua, yang datang untuk berkonsultasi atas keluhannya untuk kemudian dibikinkan ramuannya” ungkap Romuli.

Misalnya, ada yang datang dengan keluhan pencernaan, kita ramu dong ramuannya. Kita misalnya punya lebih 30 ramuan untuk kesehatan pencernaan. Dalam ramuan itu bisa ada kunyit, jahe, sambiloto, kencur, temulawak. Tiap kedai bisa sama bahannya, tapi ramuannya beda,” tambahnya lagi.

Romuli sendiri biasanya bertindak sebagai orang yang melayani konsultasi para pelanggan. Dia memiliki pengetahuan luas tentang pengobatan penyakit sepanjang berkaitan dengan ramuan-ramuan jamu.

Obrolan kami terus berlanjut dan meluas ke berbagai topik. Dua orang pelanggan baru datang, kali ini menyapa, yang segera dibalas Romuli dengan sambutan akrab. Tampaknya mereka adalah pelanggan setia.

Sebagai kedai jamu yang sudah berdiri lebih dari setengah abad, tentu ada banyak pelanggan setia. Bahkan, tak sebagian dari mereka adalah pelanggan turun-temurun. Menurut Romuli, tak sedikit pula pelanggannya yang bertemu jodoh di kedai jamu tersebut.

“Ada sekitar empat pasangan, yang ketemunya itu di kedai Jamu Bukti Mentjos. Ada yang dulunya ia dibawa oleh neneknya, sekarang dia bawa cucunya ke sini,” tutur Romuli.

Pelanggan yang datang ke Kedai Jamu Bukti Mentjos juga berasal dari beragam latar belakang profesi, mulai dari karyawan, pekerja harian, kalangan PNS hingga kalangan pejabat pemerintahan termasuk pelanggan setia. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga mengunjungi Jamu Bukti Mentjos belum lama ini.

Perjalanan Tiga Generasi

Kedai Jamu Bukti Mentjos, yang sejak tahun 2000 dikembangkan menjadi berkonsep kafe, adalah salah satu—kalau bukan satu-satunya—kedai jamu legendaris di Ibu Kota. Kedai ini sudah berdiri sejak tahun 1950-an oleh Tan Som Nio. Nama itu tak lain adalah nenek dari Romuli.

Tan Som Nio hijrah dari Solo ke Jakarta dan membuka kedai jamu, semula ia beri nama Jamu Bukti. “Bukti” adalah kata yang dilontarkan oleh para sahabat dan para tetangga Tan Som Nio di Solo. Ia telah mahir meracik jamu sewaktu di Solo, dan sering meramu untuk mengobati para tetangganya yang sakit.

Ramuan-ramuan yang dibuat oleh Tan Som Nio kebanyakan terbukti manjur, maka orang-orang menyebut ramuannya itu dengan nama “Bukti”. Nama itulah yang dipakai saat Tan Som Nio membuka kedai di lokasi sama dengan lokasi kedai saat ini.

Di depan kedai yang di masa itu masih berupa gubuk sederhana, ada sebuah pasar dan taman yang oleh masyarakat setempat dinamai Pasar Mentjong (karena posisinya miring di perempatan). Dari situlah, kata ‘mentjong’ juga dilekatkan pada Jamu Bukti. Lama-kelamaan, Jamu Bukti (di) Mentjong berubah menjadi Jamu Bukti Mentjos.

Sejak tahun 1950-an itu, kedai Jamu Bukti Mentjos telah menjadi tempat yang sering didatangi warga Jakarta. Meski di awal-awal berdirinya pelanggan yang datang itu belum begitu ramai, namun Tan Som Nio terus mengembangkan kedainya, sembari melayani pelanggan setia dengan sepenuh hati.

Tan Som Nio mengelola Kedai Jamu Bukti Mentjos hingga tahun 1970, sebelum kemudian dialihkan kepada anaknya, Tuty Marikangen bersama suaminya Paul Romuli. Keduanya itu tak lain adalah orangtua Horatius Romuli.

Di bawah pengelolaan Tuty dan suami, Kedai Jamu Bukti Mentjos semakin berkembang. Bangunan kedai yang tadinya berupa gubuk juga telah diperbarui menjadi bangunan permanen yang cukup apik dan luas. Mereka mengembangkan variasi-variasi ramuan baru, berbekal buku resep yang ditinggalkan Tan Som Nio.

Tahun 1990-an akhir, pengelolaan kedai Jamu Bukti Mentjos berpindah ke Romuli. Sementara keadaan kedai semakin berkembang dan memiliki pelanggan yang semakin luas. Di masa Romuli yang berarti masa generasi ketiga ini pula, konsep kedai semakin berkembang ke arah yang lebih modern.

Termasuk, pemanfaatan aplikasi Gojek dan Grab untuk penjualan jamu secara online. Transformasi itu terjadi bersamaan dengan berkembangnya layanan pesan antar online di Indonesia pasca tahun 2010 silam.

Tak hanya itu, Jamu Bukti Mentjos juga berhasil menjaring pelanggan setia dari berbagai daerah di Indonesia. Romuli memanfaatkan layanan ekspedisi, secara rutin mengirim ramuan baik dalam bentuk cair maupun serbuk ke Sumatra, daerah Jawa, Kalimantan hingga ke Indonesia bagian timur.

Kini, Romuli mengelola kedai bersama dengan anak dan menantunya—generasi keempat keluarga pemilik Jamu Bukti Mentjos.

Sumber: https://www.validnews.id/kultura/menyesap-jamu-legendaris-di-jantung-ibu-kota

 

Whatsapp